Kediri-Portal - Pemirsa setia kediri-portal, siapa yang tidak
mengenal JOYOBOYO, meskipun tidak mengetahui secara langsung tentang Raja
Joyoboyo, setidaknya tahu tentang kisah Raja jayaboyo, raja yang memiliki
seribu ramalan ini, apalagi ramalan tentang “Akan timbulnya Ksatria Piningit
yang akan menyelamatkan Indosesia” cerita yang sudah mendunia.
Dikisahkan Jayabaya adalah
titisan Wisnu. Negaranya bernama Widarba yang beribu kota di Mamenang. Ayahnya
bernama Gendrayana, putra Yudayana, putra Parikesit, putra Abimanyu, putra
Arjuna dari keluarga Pandawa.
Nama besar Jayabhaya tercatat
dalam ingatan masyarakat Jawa, sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa
zaman Mataram Islam atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya. Contoh naskah yang
menyinggung tentang Jayabaya adalah Babad Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa.
Permaisuri Jayabaya bernama Dewi
Sara. Lahir darinya Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti.
Jayaamijaya menurunkan raja-raja tanah Jawa, bahkan sampai Majapahit dan
Mataram Islam. Sedangkan Pramesti menikah dengan Astradarma raja Yawastina,
melahirkan Anglingdarma raja Malawapati.
Pemerintahan Jayabhaya dianggap
sebagai masa kejayaan Kadiri. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang
(1135), prasasti Talan (1136), dan prasasti Jepun (1144), serta Kakawin
Bharatayuddha (1157).
Pada prasasti Hantang, atau biasa
juga disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya
Kadiri menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah
untuk penduduk desa Ngantang yang setia pada Kadiri selama perang melawan
Janggala.
Dari prasasti tersebut dapat
diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan
mempersatukannya kembali dengan Kadiri.
Kemenangan Jayabhaya atas
Janggala disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Korawa dalam kakawin
Bharatayuddha yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh tahun 1157.
Jayabhaya dalam Tradisi Jawa
Jayabaya turun takhta pada usia
tua. Ia dikisahkan moksha di desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri.
Tempat petilasannya tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat dan masih
ramai dikunjungi sampai sekarang.
Prabu Jayabaya adalah tokoh yang
identik dengan ramalan masa depan Nusantara. Terdapat beberapa naskah yang
berisi “Ramalan Joyoboyo”, antara lain Serat Jayabaya Musarar, Serat
Pranitiwakya, dan lain sebagainya.
Dikisahkan dalam Serat Jayabaya
Musarar, pada suatu hari Jayabaya berguru pada seorang ulama bernama Maolana
Ngali Samsujen. Dari ulama tersebut, Jayabaya mendapat gambaran tentang keadaan
Pulau Jawa sejak zaman diisi oleh Aji Saka sampai datangnya hari Kiamat.
Dari nama guru Jayabaya di atas
dapat diketahui kalau naskah serat tersebut ditulis pada zaman berkembangnya
Islam di Pulau Jawa. Tidak diketahui dengan pasti siapa penulis ramalan-ramalan
Jayabaya. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat saat itu untuk mematuhi ucapan
tokoh besar. Maka, si penulis naskah pun mengatakan kalau ramalannya adalah
ucapan langsung Prabu Jayabaya, seorang raja besar dari Kadiri.
Tokoh pujangga besar yang juga
ahli ramalan dari Surakarta bernama Ranggawarsita sering disebut sebagai
penulis naskah-naskah Ramalan Jayabaya. Akan tetapi, Ranggawarsita biasa
menyisipkan namanya dalam naskah-naskah tulisannya, sedangkan naskah-naskah
Ramalan Jayabaya pada umumnya bersifat anonim.Ramalan Jayabaya atau sering
disebut Jangka Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang salah satunya
dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kadiri. Ramalan ini dikenal pada
khususnya di kalangan masyarakat Jawa yg dilestarikan secara turun temurun oleh
para pujangga . Asal Usul utama serat jangka Jayabaya dapat dilihat pada kitab
Musasar yg digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keaslianya
tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yg menuliskan bahwasanya
Jayabayalah yg membuat ramalan-ramalan tersebut.
"Kitab Musarar dibuat
tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk,
tak ada yang berani."
Meskipun demikian, kenyataannya
dua pujangga yang hidup sezaman dengan Prabu Jayabaya, yakni Mpu Sedah dan Mpu
Panuluh, sama sekali tidak menyebut dalam kitab-kitab mereka: Kakawin
Bharatayuddha, Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya, bahwa Prabu
Jayabaya memiliki karya tulis. Kakawin Bharatayuddha hanya menceritakan
peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa yang disebut peperangan
Bharatayuddha. Sedangkan Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya berisi
tentang cerita ketika sang prabu Kresna, titisan batara Wisnu ingin menikah
dengan Dewi Rukmini, dari negeri Kundina, putri prabu Bismaka. Rukmini adalah
titisan Dewi Sri. | RY
Posting Komentar